Kamis, 19 Desember 2013

Keutamaan anak Perempuan


Ketika sepasang suami istri mendambakan kelahiran sang anak, banyak yang mendambakan agar yang lahir nanti adalah seorang lelaki sebagai penerusnya kelak. Ketika Allah Ta'ala menakdirkan bahwa mereka diberi amanat untuk mendidik anak perempuan, sebagian mereka pun bersedih, kecewa bahkan marah kepada sang istri yang tak kunjung melahirkan anak laki-laki. Mungkin bagi yang sudah punya 2 putri akan mendambakan bahwa yang ketiga adalah laki-laki, sehingga ketika yang terlahir adalah perempuan lagi, ada raut kecewa terpancar dari mereka.

Hakikatnya kekecewaan seperti ini serupa dengan kaum Jahiliyah yang Allah Ta'ala kabarkan dalam firman-Nya, artinya, “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. an-Nahl; 58-59)

Lalu Allah Ta'ala mencela perbuatan kaum Jahiliyah ini dengan firman-Nya, artinya, “dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,” (QS. at-Takwir: 8-9)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam pun bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas

Fatimah Sang Wanita Terbaik

Fatimah Sang Wanita Terbaik

Fathimah adalah putri Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam. Ibunya bernama Khadijah binti Khuwalid Radhiyallahu anha, ibu kaum mukminin.

Fathimah dilahirkan tatkala kaum Quraisy tengah merenovasi Ka’bah lima tahun sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam diutus sebagai Nabi.

Sejak masa kanak-kanak, dalam usia dini Fathimah Radhiyallahu anha telah memahami serangan yang dilancarkan oleh kaum Quraisy kepada ayahnya. Jika ayahnya bepergian, Fathimah Radhiyallahu anha mengikuti dan menyertai ayahnya. Akhirnya, terjadilah sesuatu peristiwa yang tak akan terlupakan. Suatu kali ayahnya sedang sujud di Masjidil Haram, sedangkan di sekelilingnya ada kaum musyrikin Quraisy. Datanglah Uqbah bin Abi Mu’ith membawa bangkai kambing. Dia melemparkannya ke punggung Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam tidak dapat mengangkat kepalanya hingga Fathimah datang dan menyingkirkan bangkai itu dan menyebutkan orang yang melakukannya. Saat itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam menengadahkan kepala seraya berdoa, “Ya Allah, Engkau yang akan menghadapi pemuka Quraisy. Ya Allah, Engkau yang akan menghadapi Abu Jahal dan Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Uqbah bin Abi Mu’ith, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Muslim).

Pembaca yang budiman…

Setelah tiba saatnya menikah, ia pun dinikahkan oleh ayahnya dengan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu yang tidak lain adalah salah seorang keponakan beliau Shallallahu 'alaihi wasalam sendiri.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah suaminya, Fathimah Radhiyallahu anha mengetahui

Sabtu, 23 November 2013

1 TAMPARAN UNTUK 3 PERTANYAAN



Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri,  kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama kyai atau siapa saja yang dapat menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendatangkan kyai.
Pemuda : Anda siapa dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?
Kiyai : Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.
Pemuda : Anda yakin? Sedangkan Profesor dan ramai orang yang pintar tidak
mampu menjawab pertanyaan saya.
Kiyai : Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
Pemuda : Saya ada 3 pertanyaan:
1.Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wujud Tuhan
kepada saya
2.Apakah yang dinamakan takdir
3.Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat
dari api, tentu tidak menyakitkan buat setan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?
Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
Pemuda : (sambil menahan sakit) Kenapa anda marah kepada saya?
Kiyai : Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
Pemuda : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.
Kiyai : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit.
Kiyai : Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada?
Pemuda : Ya!
Kiyai : Tunjukan pada saya wujud sakit itu!
Pemuda : Saya tidak bisa.
Kiyai : Itulah jawaban pertanyaan pertama...kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Kiyai : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?
Pemuda : Tidak.
Kiyai : Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?
Pemuda : Tidak.
Kiyai : Itulah yang dinamakan takdir.
Kiyai : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
Pemuda : Kulit.
Kiyai : Terbuat dari apa pipi anda?
Pemuda : Kulit.
Kiyai : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda : Sakit.
Kiyai : Walaupun setan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat
dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk setan.

Selasa, 08 Oktober 2013

Kaya dengan atau Tanpa Harta, Bisa ?


بسم الله الرحمن الرحيم
Kalau pertanyaan berikut diajukan kepada kita: mau jadi orang kaya atau miskin? Tentu mayoritas, atau bahkan semua akan memilih jadi orang kaya. Pilihan ini wajar karena kekayaan identik dengan kebahagiaan, kecukupan dan ketenangan hidup, sementara tentu tidak ada seorangpun yang ingin hidupnya sengsara.
Akan tetapi permasalahan yang sebenarnya adalah dengan apa orang menjadi kaya sehingga dia bisa hidup tenang dan berkecukupan? Apakah dengan harta benda atau pangkat dan jabatan duniawi semata?
Jawabannya pasti: tidak, karena kenyataan di lapangan membuktikan bahwa banyak orang yang memiliki harta berlimpah dan jabatan yang tinggi tapi hidupnya jauh dari kebahagiaan dan digerogoti berbagai macam penyakit kronis yang bersumber dari hati dan pikirannya yang tidak pernah tenang.
Kalau demikian, dengan apakah seorang manusia bisa meraih kekayaan, kecukupan dan kebahagiaan hidup sejati?
Temukan jawaban pertanyaan di atas dalam hadits berikut ini::
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan/kecukupan (dalam) jiwa (hati)1.
Inilah jawaban dari hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang merupakan wahyu Allah Ta’ala Pencipta alam semesta beserta isinya, termasuk jiwa dan raga manusia. Dialah Yang Maha Mengetahui tentang segala keadaan manusia, tidak terkecuali sebab yang bisa menjadikan mereka meraih kekayaan, kecukupan dan kebahagiaan hidup sejati.
Maha benar Allah Ta’ala yang berfirman:
أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS al-Mulk:14).
Hadits ini merupakan argumentasi kuat, ditambah bukti nyata di lapangan, yang menunjukkan bahwa kekayaan dan kecukupan dalam hati merupakan sebab kebahagiaan hidup manusia lahir dan batin, meskipun orang tersebut tidak memiliki harta yang berlimpah.
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia”2.
Benar, kekayaan yang sejati adalah iman kepada Allah Ta’ala dan ridha terhadap segala ketentuan dan pemberian-Nya, ini akan melahirkan sifat qana’ah (selalu merasa cukup dengan rezki yang diberikan Allah Ta’ala).
Inilah sifat yang akan membawa keberuntungan besar bagi hamba di dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah Ta’ala berikan kepadanya3.
Apa yang dijelaskan dalam hadits ini tidaklah mengherankan, karena arti “kaya” yang sesungguhnya adalah merasa cukup dan puas dengan apa yang dimiliki, adapun orang yang tidak pernah puas dan selalu rakus mencari tambahan, meskipun hartanya berlimpah, maka sungguh inilah kemiskinan yang sejati, karena kebutuhannya tidak pernah tercukupi.
Imam Ibnu Baththal berkata: “Makna hadits di atas: Bukanlah kekayaan yang hakiki (dirasakan) dengan banyaknya harta, karena banyak orang yang Allah jadikan hartanya berlimpah tidak merasa cukup dengan pemberian Allah tersebut, sehingga dia selalu bekerja keras untuk menambah hartanya dan dia tidak perduli dari manapun harta tersebut berasal (dari cara yang halal atau haram). Maka (dengan ini) dia seperti orang yang sangat miskin karena (sifatnya) yang sangat rakus. Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan (dalam) jiwa (hati), yaitu orang yang merasa cukup, qana’ah dan ridha dengan rezki yang Allah limpahkan kepadanya, sehingga dia tidak (terlalu) berambisi untuk menambah harta (karena dia telah merasa cukup) dan tidak ngotot mengejarnya, maka dia seperti orang kaya”4.
Oleh karena itu, kemiskinan yang sebenarnya adalah sifat rakus dan ambisi yang berlebihan untuk menimbun harta serta tidak pernah merasa cukup dengan pemberian Allah Ta’ala.
Padahal kalau saja seorang manusia mau berpikir dengan jernih dan merenungkan, apakah kerakusan dan ketamakannya akan menjadikan rezki yang telah Allah Ta’ala tetapkan baginya bisa bertambah dan semakin luas? Tentu saja tidak, karena segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya tidak akan berubah, bertambah atau berkurang.
Bahkan lebih dari itu, justru kerakusan dan ambisi yang berlebihan mengejar perhiasan dunia, itulah yang akan menjadikannya semakin menderita dan sengsara. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)5.
Kesimpulannya, orang yang paling kaya adalah orang yang paling qana’ah (selalu merasa cukup dengan rezki yang diberikan Allah ) dan ridha dengan segala pembagian-Nya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “…Ridhalah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan)6.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk semua orang yang membaca dan merenungkannya.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 29 Rabi’ul awal 1434 H
1 HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 1051).
2 HSR al-Bukhari (no. 52) dan Muslim (no. 1599).
3 HSR Muslim (no. 1054).
4 Kitab “Tuhfatul ahwadzi” (7/35).
5 HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.
6 HR at-Tirmidzi (no. 2305) dan Ahmad (2/310), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA.
Artikel Muslim.Or.Id




Kamis, 29 Agustus 2013

Hati-Hati Tentang Si Hati

“Pokoknya sakiiiiiit hati ini, sakiiit banget deh!”, keluhan seorang sahabat tatkala menceritakan prihal pengkhianatan seseorang yang dipercayainya. Mimik muka penuh kekesalan ditambah nada suara yang menandai rasa jengkel.
Juga kelunya lidah seorang ibu, berurai air mata dan ragam tanya dalam nuraninya, “Kenapa anak hamba yang dibesarkan dalam pendidikan agama yang baik, tetapi melakukan perbuatan zina dan sering berdusta, Ya Allah?”, ibu mana pun juga yang merupakan muslimah sholihat, pastilah merasa hancur hatinya tatkala memetik kenyataan pahit melihat anaknya ‘kumpul kebo’ berlumur kehinaan dan belum juga bertaubat pada-NYA.
Lain lagi kalimat bijak dari Mas Fulan, seorang brother asal daerah Jawa Timur, ia berkata, “Dulu sih sakiit sekali rasanya, ingin melampiaskan dengan amarah atau bahkan membunuh… Tapi Alhamdulillah, saya masih bisa mengontrol diri. Hati ini berkata ‘tidak, jangan emosi’…. Maka sekarang saya lega… Alhamdulillah sudah ikhlas…”, senyumnya ceria. Subhanalloh, padahal Mas Fulan itu mengalami kepahitan suatu peristiwa hidup, pengalamannya ketika pulang ke rumah memergoki istri tercinta tengah berselingkuh, pasangan selingkuhan itu adalah saudara iparnya sendiri! Maka tatkala Mas Fulan menceraikan si istri, adik perempuan Mas Fulan juga menjanda karena bercerai dengan suaminya tersebut. Tamparan yang luar biasa bagi keluarga mereka. Sempat

Simaklah Kisah Kisah Kematian, Agar Dapat Menyentuh Hati-Mu



kematianSyaikh Ali Ath-Thantawi dalam sebuah siaran radio dan Tv-nya mengambarkan bahwa di Syam ada seorang laki-laki yang memiliki sebuah mobil truck Lorie. Ketika mobil itu dijalankan, tanpa diketahui diatas badan mobil itu ada orang. Mobil itu mengangkut peti yang sudah siap untuk menguburkan mayat. Sedangkan di dalam peti itu terdapat kain yang bisa digunakan sewaktu-waktu dibutuhkan. Tiba-tiba hujan turun dan air mengalir deras. Orang itu pun bangun dan masuk ke dalam peti, dan membungkus dirinya dengan kain yang ada di dalam peti. Kemudian di tengah jalan ada seorang yang lain naik untuk menumpang ke bak mobil itu di samping keranda. Dia tidak tahu bahwa di dalam peti itu ada orang. Hujan belum berhenti. Orang yang kedua ini mengira bahwa dirinya hanya sendirian di dalam mobil bak itu. Tiba-tiba dari dalam peti ada tangan terjulur (untuk memastikan apakah hujan sudah berhenti atau belum). Ketika tangan itu terjulur, kain yang membungkusnya juga ikut terjulur keluar. Si penumpang itu kaget dan takut bukan kepalang. Dia mengira bahwa mayat yang ada di dalam peti itu hidup kembali. Karena takutnya, dia terjungkal dari mobil dengan posisi kepala di bawah. Dan, mati.
Demikianlah Allah menentukan kematian orang itu bahkan dengan cara yang bisa terdengar lucu seperti ini.
Yang selalu harus diingat oleh seorang hamba adalah bahwa dia sedang membawa dirinya bersama

Kamis, 22 Agustus 2013

Buah Cinta Karena Alloh



Cinta karena Allah Ta'ala merupakan ikatan agama yang paling kuat. Ia merupakan jalan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada AllahTa'ala. Apa saja buah dari saling mencintai karena AllahTa'ala? Inilah tema bahasan kita pada edisi kali ini.
Pembaca yang budiman…
Cinta karena AllahTa'ala memiliki buah yang agung, di dunia dan di akhirat. Di antara buahnya yaitu;
 1 Menjadi sebab seseorang masuk ke dalam Surga
 AllahTa'ala berfirman, yang artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam Surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” Dan itulah Surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. az-Zuhruf: 67-72)
 2.Pelakunya mendapat naungan Allah Ta'ala di hari Kiamat.
 Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda, “Ada 7 golongan orang yang akan Allah naungi dengan naungan-Nya di hari tidak ada naungan selain naungan-Nya -beliau Shalallahu 'alaihi Wasallam menyebutkan salah satunya, yaitu,
“Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
 3. Hal ini mendatangkan rasa aman bagi pelakunya dari kengerian yang dahsyat
Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat sekelompok manusia yang bukan para nabi dan bukan pula orang-orang yang mati syahid. Para nabi dan orang-orang yang mati syahid merasa iri kepada mereka pada Hari Kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah Ta’ala.” Mereka(para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Anda akan mengabarkan kepada kami siapakah mereka? Beliau bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai dengan ruh (dari) Allah tanpa ada hubungan kekerabatan di antara mereka, dan tanpa adanya harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, sesungguhnya wajah mereka adalah cahaya, dan sesungguhnya mereka berada di atas cahaya, tidak merasa takut ketika orang-orang merasa takut, dan tidak bersedih ketika orang-orang merasa bersedih.” Dan beliau membaca ayat ini(yang artinya), “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (HR.Abu Dawud)
4.Memberikan Rasa Manisnya Iman
Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda,
“Tiga hal, barangsiapa memilikinya niscaya ia akan mendapatkan manisnya iman; (1) Barangsiapa Allah dan RasulNya adalah yang paling dicintainya,(2) Barangsiapa yang mencintai seorang hamba, ia tidak mencintainya melainkan karena Allah, (3) Barangsiapa yang tidak suka kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya seperti halnya ia tidak suka bila dilemparkan ke dalam api.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
5.Mendapatkan kecintaan Allah Ta'ala
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman,
“Wajiblah cinta-Ku bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang saling berteman karena Aku, orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku dan orang-orang yang saling berkorban karena Aku” (HR. Ahmad)
 6/ Mendapatkan kemuliaan dari Allah Ta'ala
Dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seorang hamba mencintai seorang hamba karena Allah melainkan Allah akan memberikan kemuliaan kepadanya.” (HR.al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman)
 7. Menyempurnakan Keimanan
Dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa mencintai (seseorang) karena Allah, membenci (seseorang) karena Allah, memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, sungguh ia telah menyempurnakankeimanan.” (Shahihul Jami’, no.5965 dan ash-Shahihah, no.380)
 8.Menjadikan muka pelakunya bercahaya
Dari Abu Darda Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah akan membangkitkan sekelompok orang pada hari kiamat, (dalam kondisi) pada wajah-wajah mereka terdapat cahaya, orang-orang(yang melihat mereka) merasa ingin seperti mereka. Mereka itu bukanlah dari golongan para nabi, bukan pula dari golongan para syuhada. Perawi berkata, “Lalu, ada seorang A’rabiy menepuk kedua lutut beliau, dan berkata, beritahukan kepada kami hingga kami mengetahui siapa mereka! Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, berasal dari suku yang berbeda-beda, dari negara yang berbeda-beda, mereka berkumpul di atas zikir kepada Allah, mereka mengingat-Nya.” (HR. at-Thabrani dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no.1509)
9. Menjadikan pelakunya berkumpul bersama dengan orang yang dicintainya.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu ,(ia berkata) bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam ,kapan terjadinya Kiamat? Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Lelaki tersebut menjawab, “Tak ada sesuatu pun, kecuali sungguh aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” (HR.al-Bukhari dan Muslim, hadits ini terdapat di dalam Shahih at-Targhib, no.3032).
 Demikianlah 9 buah cinta karena Allah Ta'ala yang bisa kami sebutkan. Semoga Allah Ta'ala mengaruniakan kepada kita rasa saling cinta karena Allah bukan karena tendensi apapun dari kepentingan duniawi. Aamiin. (Redaksi)
 [Sumber: Diringkas dari kitab, Al-Hubbu Fillah; Tsamaratuhu wa Asbabuhu, Abu Ahmad Abduh bin Ahmad al-Aqra’. Penerbit: Daar Ibnu Rajab. Cet.I Th.1425 H/2005 M. Diberi pengantar oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, pengajar dan pemberi nasihat di Masjid Nabawi asy-Syarif di Madinah al-Muthahhara

Rabu, 14 Agustus 2013

BUAH CINTA KARENA ALLOH





Cinta karena Allah Ta'ala merupakan ikatan agama yang paling kuat. Ia merupakan jalan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada AllahTa'ala. Apa saja buah dari saling mencintai karena AllahTa'ala? Inilah tema bahasan kita pada edisi kali ini.
Pembaca yang budiman…
Cinta karena AllahTa'ala memiliki buah yang agung, di dunia dan di akhirat. Di antara buahnya yaitu;
1 Menjadi sebab seseorang masuk ke dalam Surga
AllahTa'ala berfirman, yang artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam Surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” Dan itulah Surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. az-Zuhruf: 67-72)
2Pelakunya mendapat naungan Allah Ta'ala di hari Kiamat.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda, “Ada 7 golongan orang yang akan Allah naungi dengan naungan-Nya di hari tidak ada naungan selain naungan-Nya -beliau Shalallahu 'alaihi Wasallam menyebutkan salah satunya, yaitu,

وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
“Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
3. Hal ini mendatangkan rasa aman bagi pelakunya dari kengerian yang dahsyat
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ الأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ تُخْبِرُنَا مَنْ هُمْ. قَالَ هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ وَلاَ أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا فَوَاللَّهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ لَنُورٌ وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لاَ يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلاَ يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ ». وَقَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat sekelompok manusia yang bukan para nabi dan bukan pula orang-orang yang mati syahid. Para nabi dan orang-orang yang mati syahid merasa iri kepada mereka pada Hari Kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah Ta’ala.” Mereka(para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Anda akan mengabarkan kepada kami siapakah mereka? Beliau bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai dengan ruh (dari) Allah tanpa ada hubungan kekerabatan di antara mereka, dan tanpa adanya harta yang saling mereka berikan. Demi Allah, sesungguhnya wajah mereka adalah cahaya, dan sesungguhnya mereka berada di atas cahaya, tidak merasa takut ketika orang-orang merasa takut, dan tidak bersedih ketika orang-orang merasa bersedih.” Dan beliau membaca ayat ini(yang artinya), “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (HR.Abu Dawud)
4.Memberikan Rasa Manisnya Iman
Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ
“Tiga hal, barangsiapa memilikinya niscaya ia akan mendapatkan manisnya iman; (1) Barangsiapa Allah dan RasulNya adalah yang paling dicintainya,(2) Barangsiapa yang mencintai seorang hamba, ia tidak mencintainya melainkan karena Allah, (3) Barangsiapa yang tidak suka kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya seperti halnya ia tidak suka bila dilemparkan ke dalam api.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
5.Mendapatkan kecintaan Allah Ta'ala
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman,

وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ
“Wajiblah cinta-Ku bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang saling berteman karena Aku, orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku dan orang-orang yang saling berkorban karena Aku” (HR. Ahmad)
6/ Mendapatkan kemuliaan dari Allah Ta'ala
Dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَا أحَبَ عَبدٌ عَبدًا فِي اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ إِلا أكرَمَهُ الله
“Tidaklah seorang hamba mencintai seorang hamba karena Allah melainkan Allah akan memberikan kemuliaan kepadanya.” (HR.al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman)
7. Menyempurnakan Keimanan
Dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa mencintai (seseorang) karena Allah, membenci (seseorang) karena Allah, memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, sungguh ia telah menyempurnakan keimanan.” (Shahihul Jami’, no.5965 dan ash-Shahihah, no.380)
8.Menjadikan muka pelakunya bercahaya
Dari Abu Darda Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah akan membangkitkan sekelompok orang pada hari kiamat, (dalam kondisi) pada wajah-wajah mereka terdapat cahaya, orang-orang(yang melihat mereka) merasa ingin seperti mereka. Mereka itu bukanlah dari golongan para nabi, bukan pula dari golongan para syuhada. Perawi berkata, “Lalu, ada seorang A’rabiy menepuk kedua lutut beliau, dan berkata, beritahukan kepada kami hingga kami mengetahui siapa mereka! Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,

هُمُ المُتَحَابُونَ فِي اللهِ مِن قَباَئِلٍ شَتىَّ وَبِلاَدٍ شَتَّى يَجتَمِعُونَ عَلَى ذِكرِ اللهِ يَذكُرُونَهُ
“Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, berasal dari suku yang berbeda-beda, dari negara yang berbeda-beda, mereka berkumpul di atas zikir kepada Allah, mereka mengingat-Nya.” (HR. at-Thabrani dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no.1509)
9. Menjadikan pelakunya berkumpul bersama dengan orang yang dicintainya.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu ,(ia berkata) bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam ,kapan terjadinya Kiamat? Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Lelaki tersebut menjawab, “Tak ada sesuatu pun, kecuali sungguh aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” (HR.al-Bukhari dan Muslim, hadits ini terdapat di dalam Shahih at-Targhib, no.3032).
Demikianlah 9 buah cinta karena Allah Ta'ala yang bisa kami sebutkan. Semoga Allah Ta'ala mengaruniakan kepada kita rasa saling cinta karena Allah bukan karena tendensi apapun dari kepentingan duniawi. Aamiin. (Redaksi)

[Sumber: Diringkas dari kitab, Al-Hubbu Fillah; Tsamaratuhu wa Asbabuhu, Abu Ahmad Abduh bin Ahmad al-Aqra’. Penerbit: Daar Ibnu Rajab. Cet.I Th.1425 H/2005 M. Diberi pengantar oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, pengajar dan pemberi nasihat di Masjid Nabawi asy-Syarif di Madinah al-Muthahharah] : www.alsofwah.or.id

Selasa, 13 Agustus 2013

10 PRINSIP MERAIH ILMU


Oleh: Asy Syaikh ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri
بسم الله الرحمن الرحيم
Muqaddimah oleh Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه وبعد :
Saudaraku fillah ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri telah menunjukkan kepadaku buah penanya tentang prinsip-prinsip yang selayaknya dijalani oleh para penuntut ilmu. Sungguh aku melihat tulisan tersebut sebagai karya yang istimewa. Dia telah mendapatkan taufiq untuk mengumpulkan prinsip-prinsip yang dibutuhkan oleh penuntut ilmu, diiringi dengan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Kesimpulannya, penulis telah melakukan suatu yang bagus dan memberikan faidah. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan, dan semoga Allah membanyakkan yang semisal ini.
Aku memberikan semangat kepada para penuntut ilmu untuk menghafal dan memperhatikan prinsip-prinsip ini. Wabillahit Taufiq.
Ahmad bin Yahya An-Najmi
27-4-1421 H
* * *
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله، أما بعد :
Tulisan ini merupakan penjelasan ringkas tentang prinsip-prinsip penting yang diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i). Saya wasiatkan dan saya ingatkan diriku dan saudara-saudaraku sekalian dengannya, karena sesungguhnya seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi dan ingin menuai hasilnya maka harus ada 10 prinsip :
>> Pertama: Meminta Tolong Kepada Allah
Manusia itu lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya kecuali dari Allah. Apabila dia diserahkan pada dirinya sendiri, maka sungguh dia akan hancur dan binasa. Namun kalau dia menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala dan meminta tolong kepada-Nya dalam menuntut ilmu, maka Allah pasti akan menolongnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan dorongan untuk berbuat demikian dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah befirman :
( إياك نعبد وإياك نستعين )
Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan. [Al-Fatihah]
Allah juga berfirman :
(ومن يتوكل على الله فهو حسبة ) [ الطلاق : 3]
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia yang akan menjadi sebagai pencukupnya.” [Ath-Thalaq: 3]
Allah juga berfirman :
( وعلي الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين ) ]المائدة : 23[
"dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian memang kaum mukminin."
Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير ، تغدو خماصاً ، وتروح بطاناً
"Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rizki pada burung, yakni burung tersebut berangkat pagi dalam keadaan lapar, pulang sore hari dalam keadaan kenyang." *1
Sebesar-besar rizki adalah: ilmu.
Nabi kita Muhammad Shallahu 'alaihi wa Sallam senantiasa bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Rabbnya dalam segala urusan beliau. Dalam doa keluar rumah yang sah dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam terdapat dalil yang menunjukkan hal tersebut. Beliau berdo'a :

Sabtu, 10 Agustus 2013

RENUNGAN DI BULAN SYAWAL



Yang Berlalu dan Yang Datang
Bulan Ramadhan baru saja kita lewati, ada perasan sedih yang menggelayuti jiwa dan rohani kita. Bulan yang penuh berkah telah berlalu, kita hanya bisa berharap dengan doa-doa yang selalu kita panjatkan ke hadirat Allah swt, supaya kita bisa bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah ini tahun depan. Dibalik kesedihan berpisah dengan bulan Ramadhan, kita sambut hari yang cerah dengan terbitnya fajar kemenangan dibulan Syawal. Bulan ini kita awali dengan perayaan kemenangan perjuangan melawan hawa nafsu, yang telah membentuk diri kita sebagai insan baru. Di bulan Syawal ini merupakan saat yang tepat dimana kita dapat menorehkan untaian cerita kehidupan yang lebih bermakna pada lembar jiwa yang baru.

Tradisi Syawal-an
Di Indonesia, pada bulan Syawal juga lekat dengan beragam tradisi untuk merayakan Idul Fitri, tetapi yang unik dari semua tradisi itu umumnya bertujuan untuk merekatkan tali silaturahim. Sedangkan silaturahim sendiri didalam ajaran Islam sangat dianjurkan. Bahkan

Rabu, 07 Agustus 2013

Renungan menjelang Idul Fitri

Idul Fitri adalah hari yang banyak dinantikan oleh kaum muslimin. Kita dapat melihatnya dari aktivitas mudik dan maraknya bingkisan-bingkisan istimewa yang dijual menjelang Idul Fitri. Namun kadang kita kurang memaknai apa sih yang ada di balik Idul Fitri? Lalu buah apa yang kita peroleh saat mendapati hari Idul Fitri. Ini yang perlu kita renungkan.
Amalan Menjelang Idul Fitri
Idul Fitri adalah hari yang berulang setiap tahunnya sebagai pertanda berakhirnya puasa Ramadhan. Salah satu kewajiban yang ditunaikan menjelang Idul Fitri adalah zakat fitri. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Hasan)
Penghujung Ramadhan ini ditutup pula dengan takbir sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185). Takbir ini disunnahkan untuk dikumandangkan sejak berangkat dari rumah hingga pelaksanaan shalat Idul Fitri. Dalam suatu riwayat disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.” (Dikeluarkan dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 171)
Saling mendoakan agar amalan kita di bulan Ramadhan diterima juga suatu hal yang dianjurkan saat hari raya. Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fitri atau Idul Adha), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqabbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amalmu).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan (Fathul Bari, 2: 446).
Bagaimana Seharusnya Keadaan Kita di Hari ‘Idul Fithri?

Rabu, 24 Juli 2013

Sambutlah Bulan Ramadhân dengan Takwa dan Taubat yang Benar

Sambutlah Bulan Ramadhân
dengan Takwa dan Taubat yang Benar

 
(Nasehat Syaikh Bin Baz Rahimahullâh
Bulan Ramadhân yang sangat kita rindukan kedatangannya sebentar lagi akan datang. Sebagai seorang Muslim, semestinya kita sudah mulai mempersiapkan diri untuk menyongsong tamu agung tersebut. Kita berharap semoga Allah Ta'ala memanjangkan usia kita dan memberikan kesehatan kepada kita sehingga bisa beribadah dengan sebaik-baiknya di bulan yang penuh barakah ini.
 "Ya, Allah, hanya kepada-Mu kami memohon, panjangkanlah usia kami sehingga bisa beribadah kepada-Mu di bulan Ramadhân ini."
Berkenaan dengan bulan Ramadhân ini, kami menyajikan ke hadapan para pembaca nasehat Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Abdirrahman bin Baz rahimahullâh. Kami berharap semoga nasehat ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi kaum Muslimin umumnya. Berikut ini nasehat beliau rahimahullâh:

Minggu, 21 April 2013

Apa Pantas Berharap Surga?


Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil terkantuk-kantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarang di masjid, milih ayatnya yang pendek-pendek saja agar lekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu. Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupun sesudah shalat wajib. Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk catatan: "Kalau tidak terlambat" atau "Asal nggak bangun kesiangan". Dengan sholat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?
Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi malam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya. Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan keluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumber panggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh di atas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.

Jumat, 19 April 2013

Kisah Orang Yang Memukuli Ayahnya

Di sebuah jalan raya, terlihat ada seorang pemuda belia, berkulit coklat, berotot kuat, di tangannya sebuah tongkat keras, yang dia gunakan untuk memukuli seorang laki-laki tua yang telah berusia enam puluh tahun. Orang tua itu berbadan kurus, diam tidak mengaduhkan pukulan tersebut. Orang-orang di sekitarnya berkerumun melihat mereka berdua, bermaksud hendak membebaskannya. Salah seorang dari mereka berkata kepada pemuda itu, "Mengapa kamu memukuli orang tua malang ini? Tidakkah kamu takut kepada Allah?" Orang yang lain berkata, "Apa yang telah diperbuatnya sehingga kamu memukulinya dengan keras seperti ini?"

Akan tetapi pemuda itu terus memukuli orang tua tersebut dan tidak menoleh sedikit pun kepada mereka. Orang yang lain lagi berkata, "Tidakkah kamu takut kalau ada seseorang yang memukuli ayahmu seperti ini?"

Kemudian orang (yang terakhir) itu menoleh kepada orang-orang di sekitarnya dan mengatakan kepada mereka, "Kalian harus mengadukan pemuda ini kepada ayahnya, barangkali dia akan menegur dan memarahinya. Siapa yang mengetahui ayah dari pemuda yang kejam ini?"

Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang terlihat memiliki wibawa dan kehormatan. Dia berkata dengan tenang, "Aku tahu pemuda ini, dan aku tahu siapa ayahnya. Sesungguhnya pemuda itu sedang memukuli ayahnya. Orang tua malang yang dipukulinya ini adalah ayahnya sendiri." Mendengar hal itu orang-orang tercengang, raut wajah mereka berubah karena keterheranan yang amat sangat.

Sungguh aneh, bagaimana mungkin ada seorang anak yang memukuli ayahnya sendiri dengan kejam seperti ini? Mereka pun menyerang pemuda itu dan membebaskan sang ayah dari pukulan anaknya. Namun sambil terengah-engah, ayahnya berkata, "Biarkan aku, sungguh Allah Ta’ala telah membalasku. Dahulu ketika aku masih muda, aku pernah memukuli ayahku sama seperti ini, hanya karena dia meminta sebagian uang dariku." Orang-orang merasa takjub karena keadilan Allah Ta’ala. Allah berfirman,artinya, ”Dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba(Nya)." (Fushshilat: 46). ( Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 130-131.)
Di posting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, dinukil dari : “Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga”, karya : Ghalib bin Sulaiman bin Su'ud al-Harbi. Edisi terjemah cet. Pustaka Darul Haq Jakarta.

ALI BIN ABI THALIB Radhiallahu ‘Anhu

ALI BIN ABI THALIB Radhiallahu ‘Anhu

Nama dan Nasab Beliau
Nama Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Abu Thalib adalah saudara kandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau dijuluki Abul Hasan dan Abu Turab.
Semenjak kecil beliau hidup diasuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena ayahnya terlalu banyak beban dan tugas yang sangat banyak dan juga banyak keluarga yang harus dinafkahi, sedangkan Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta semenjak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih anak-anak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya, Abu Thalib yang telah mengasuh beliau ketika beliau tidak punya bapak dan ibu serta kehilangan kakek tercintanya, Abdul Muththalib.
Ali bin Abi Thalib Masuk Islam
Mayoritas ahli sejarah Islam menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah radhiyallahu ‘anha, di mana usia beliau saat itu masih

Khalifah UTSMAN BIN ‘AFFAN Radhiallahu ‘Anhu

Khalifah UTSMAN BIN ‘AFFAN Radhiallahu ‘Anhu (Wafat 35 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf al Umawy al Qurasy, pada masa Jahiliyah ia dipanggil dengan Abu ‘Amr dan pada masa Islam nama julukannya (kunyah) adalah Abu ‘Abdillah. Dan juga ia digelari dengan sebutan “Dzunnuraini”, dikarenakan beliau menikahi dua puteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Ibunya bernama Arwa’ bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin ‘Abdi Syams yang kemudian menganut Islam yang baik dan teguh.
Keutamaannya
Imam Muslim telah meriwayatkan dari ‘Aisyah, seraya berkata, ”Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar meminta izin kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar minta izin untuk menutupinya dan beliau

Amirul Mukminin ‘UMAR BIN AL-KHATHTHAB Radhiallahu ‘Anhu

Amirul Mukminin ‘UMAR BIN AL-KHATHTHAB Radhiallahu ‘Anhu

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah.
Awal Keislamannya
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah berdo’a, ”Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang Pertama)

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang Pertama)
Nama dan Nasab Beliau Radhiallahu ‘Anhu
Nama Abu Bakar ash-Shiddiq yang sesungguhnya adalah Abdullah bin Abu Quhafah – Usman - bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, kakek yang keenam.
Dan ibunya adalah Ummu al-Khair binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Ayahnya diberi kuniyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah.
Dan pada masa jahiliyyah Abu Bakar ash-Shiddiq dijuluki Atiq, karena wajahnya yang cakep dan gagah (sebagaimana hal itu dikatakan oleh Ibnu Ma’in, al-Laits bin Sa’ad dan juga oleh putrinya Aisyah radhiallahu ‘anhum). Imam Thabari menyebutkan dari jalur Ibnu Luhai’ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah tiga orang, pertama Atiq (Abu Bakar), kedua Mu’taq dan ketiga Utaiq.
Mus’ab bin az-Zubair berkata, ‘Segenap ummah telah ijma’ tentang gelar yang diberikan kepada beliau radhiallahu ‘anhu dengan ‘Ash-Shiddiq’ adalah karena beliau selalu membenarkan apa yang diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam’.
Kelahiran dan Pertumbuhan Beliau
Beliau dilahirkan dua tahun beberapa bulan setelah lahirnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau tumbuh di kota Makkah, dan beliau tidak meninggalkan kota tempat tinggalnya kecuali untuk

Rabu, 10 April 2013

Mengetahui kecantikan Bidadari Surga

Bidadari Surga, Pesona dan Kecantikannya. Mereka adalah bidadari yang sangat cantik jelita. Keelokan dan kecantikan mereka mencapai kesempurnaan, tak ada kekurangan dan kecacatan sedikitpun, hingga mata tak akan berpaling dari memandang mereka.
Kulit mereka sangat halus dan jernih, hingga sum-sum tulang betis mereka bisa terlihat dari balik dagingnya. Oleh karena itu, tubuh mereka laksana permata yaqut dan marjan.
     Alloh  berfirman:
“Seakan-akan bidadari itu permata yaqut dan marjan.” (QS. ar-Rohman [55]: 58)
Mereka memiliki mata yang begitu indah dan menawan. Mereka bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.
Alloh  berfirman:
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik. Maka nikmat Robb kamu yang manakah yang kamu dustakan?  (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. ar-Rohman [55]: 70-72)
Mereka adalah gadis-gadis yang muda belia, yang tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka dan tidak pula oleh bangsa jin.
Alloh  berfirman:
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. ar-Rohman [55]: 56)
Mereka adalah gadis-gadis perawan yang penuh cinta dan sayang diciptakan untuk penghuni-penghuni surga.
Alloh  berfirman:
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan.” (QS. al-Waqi’ah [56]: 35-38)
Mereka senantiasa dalam keadaan suci dari haidh dan nifas, dari air seni dan kotoran, sebagaimana firman-Nya:
Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Alloh), pada sisi Robb mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhoan Alloh. Dan Alloh Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imron [3]: 15)
Aroma mereka adalah aroma harum minyak kesturi. Sungguh sangat menakjubkan bahwa semerbak aroma wanginya mampu memenuhi sepenuh bumi.
Rosululloh  bersabda:
)) وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ لأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلأَتْهُ رِيحًا ، وَلَنَصِيفُهَا عَلَى رَأْسِهَا خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا ((
“Seandainya wanita surga (bidadari) muncul ke permukaan bumi, niscaya dia akan menerangi apa yang ada di antara keduanya, aroma wanginya akan memenuhi bumi. Sungguh tutup kepalanya lebih baik dari dunia seisinya.” (HR. al-Bukhori)
Ibnul Qoyyim  berkata:
“Jika anda bertanya tentang mempelai wanita dan istri-istri penduduk surga, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang montok dan sebaya. Pada diri mereka mengalir darah muda, pipi mereka halus dan segar bagaikan bunga dan apel, dada mereka kencang dan bundar bagai delima, gigi mereka bagaikan intan mutu manikam (bermacam-macam permata), keindahan dan kelembutan mereka selalu menjadi perebutan.
Elok wajahnya bagaikan terangnya matahari, kilauan cahaya terpancar dari gigi-giginya dikala tersenyum. Jika anda dapatkan cintanya, maka katakan semau anda tentang dua cinta yang bertaut. Jika anda mengajaknya berbincang (tentu anda begitu berbunga), bagaimana pula rasanya jika pembicaraan itu antara dua kekasih (yang penuh rayu, canda dan pujian). Keindahan wajahnya terlihat sepenuh pipi, seakan-akan anda melihat ke cermin yang bersih mengkilat (maksudnya, menggambarkan persamaan antara keindahan paras bidadari dengan cermin yang bersih berkilau setelah dicuci dan dibersihkan, sehingga tampak jelas keindahan dan kecantikan). Bagian dalam betisnya bisa terlihat dari luar, seakan tidak terhalangi oleh kulit, tulang maupun perhiasannya.
Andaikan ia tampil (muncul) di dunia, niscaya seisi bumi dari barat hingga timur akan mencium aroma wanginya, dan setiap lisan makhluk hidup akan mengucapkan tahlil, tasbih, dan takbir karena terperangah dan terpesona. Dan niscaya antara dua ufuk akan menjadi indah berseri berhias dengannya. Setiap mata akan menjadi buta, sinar mentari akan selalu pudar sebagaimana matahari mengalahkan sinar bintang. Pasti semua yang melihatnya di seluruh muka bumi akan beriman kepada Alloh Yang Maha hidup lagi Maha Qoyyum (Tegak lagi Menegakkan). Kerudung di kepalanya lebih baik daripada dunia seisinya. Hasratnya terhadap suami melebihi semua keinginan dan cita-citanya. Tiada hari berlalu melainkan akan semakin menambah keindahan dan kecantikan dirinya. Tiada jarak yang ditempuh melainkan semakin menambah rasa cinta dan hasratnya. Bidadari adalah gadis yang dibebaskan dari kehamilan, melahirkan, haidh dan nifas, disucikan dari ingus, ludah, air seni, dan air tinja, serta semua kotoran.
Masa remajanya tidak akan sirna, keindahan pakaiannya tidak akan usang, kecantikannya tidak akan memudar, hasrat dan nafsunya tidak akan melemah, pandangan matanya hanya tertuju kepada suami, sekali-kali tidak menginginkan yang lain. Begitu pula suami akan selalu tertuju padanya. Bidadarinya adalah puncak dari angan-angan dan nafsunya. Jika ia melihat kepadanya, maka bidadarinya akan membahagiakan dirinya. Jika ia minta kepadanya pasti akan dituruti. Apabila ia tidak di tempat, maka ia akan menjaganya. Suaminya senantiasa dalam dirinya, di manapun berada. Suaminya adalah puncak dari angan-angan dan rasa damainya.
Di samping itu, bidadari ini tidak pernah dijamah sebelumnya, baik oleh bangsa manusia maupun bangsa jin. Setiap kali suami memandangnya maka rasa senang dan suka cita akan memenuhi rongga dadanya. Setiap kali ia ajak bicara maka keindahan intan mutu manikam akan memenuhi pendengarannya. Jika ia muncul maka seisi istana dan tiap kamar di dalamnya akan dipenuhi cahaya.
Jika anda bertanya tentang usianya, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang sebaya dan sedang ranum-ranumnya.
Jika anda bertanya tentang keelokan wajahnya, maka apakah anda telah melihat eloknya matahari dan bulan?!
Jika anda bertanya tentang hitam matanya, maka ia adalah sebaik-baik yang anda saksikan, mata yang putih bersih dengan bulatan hitam bola mata yang begitu pekat menawan.
Jika anda bertanya tentang bentuk fisiknya, maka apakah anda pernah melihat ranting pohon yang paling indah yang pernah anda temukan?
Jika anda bertanya tentang warna kulitnya, maka cerahnya bagaikan batu rubi dan marjan.
Jika anda bertanya tentang elok budinya, maka mereka adalah gadis-gadis yang sangat baik penuh kebajikan, yang menggabungkan antara keindahan wajah dan kesopanan. Maka merekapun dianugerahi kecantikan luar dan dalam. Mereka adalah kebahagiaan jiwa dan penghias mata.
Jika anda bertanya tentang baiknya pergaulan dan pelayanan mereka, maka tidak ada lagi kelezatan selainnya. Mereka adalah gadis-gadis yang sangat dicintai suami karena kebaktian dan pelayanannya yang paripurna, yang hidup seirama dengan suami penuh pesona harmoni dan asmara.
Apa yang anda katakan apabila seorang gadis tertawa di depan suaminya maka surga yang indah itu menjadi bersinar? Apabila ia berpindah dari satu istana ke istana lainnya, anda akan mengatakan: “Ini matahari yang berpindah-pindah di antara garis edarnya.” Apabila ia bercanda, kejar mengejar dengan suami, duhai… alangkah indahnya…!!” (Hadil Arwah ila Biladil Afrah, 359-360) 
HASMI :: Sebuah Gerakan Kebangkita

Bagaimanakah Keindahan Alam Syurga?

 Bagaimanakah keadaan di Syurga??-Inilah negeri orang-orang yang dianugerahi kenikmatan dari kalangan para nabi, shiddiq, para syahid dan orang-orang sholih. Negeri yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, negeri yang istana-istananya berbatu-bata emas, berbatu-bata perak, berplester kesturi wangi, berlahan subur  mutiara dan yaqut. Tanahnya berasal dari za’faran, dan kemahnya berasal dari mutiara berlubang.
keadaan di syurga dan gambaran syurga
Demi Alloh , ia adalah negeri yang berkilau kemilau dan berbau semerbak, dengan sungai yang terus mengalir dan buah-buahan bersusun hijau, serta istri-istri nan cantik jelita. Di sana ada pohon sidir yang tidak berduri, buah pisang yang bersusun-susun, pohon rindang membentang dan air yang tertuangkan. Wahai hamba Alloh , disana mereka makan dan bersenang-senang, tidak pernah mengeluarkan ingus dan tidak pernah buang air, hanya mengeluarkan bau kesturi.
Di sana mereka tertawa dan tidak pernah menangis. Di sana mereka menetap dan tidak pernah berpindah. Di sana mereka hidup dan tidak pernah mati. Di sana wajah-wajah ceria dan cerah. Di sana terdapat keindahan yang nyata dan hurun ’ien (bidadari surga). Di sana terdapat kesenangan abadi. Di sana segala sesuatu indah. Di sanalah hijab akan tersingkap, dan merekapun melihat wajah Alloh  Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi.
Di sanalah wahai hamba Alloh , terdapat sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia.
Rosululloh  bersabda:
)) قَالَ اللَّهُ أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ، فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ …(
“Alloh berfirman, “Aku persiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang sholih, kenikmatan yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.” Jika kalian suka, maka bacalah:
 “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. as-Sajdah [32]: 17) (HR. al-Bukhori dan Muslim)
HASMI :: Sebuah Gerakan Kebangkitan.